Monday, May 27, 2013

Belajar di Belanda (Bagian 2 Belajar lebih mengenal dan mencintai Budaya dan Kuliner Indonesia)



"Bangsa yang besar adalah bangsa yang mencintai budayanya"
"Jangan tanyakan apa yang telah bangsa berikan padamu tapi tanyakan apa yang telah kau berikan pada bangsamu"

Percaya atau tidak percaya memang benar rasa cinta tanah air malah makin muncul saat kita jauh di negeri orang. Itu terjadi antara lain pada kedua putri kami. Saat kami tinggal di Indonesia, kedua putri kami tidak begitu tertarik saat akan kumasukkan ke sanggar tari tradisional di Yogyakarta. Mengingat bagaimana kedua orang tua mereka senag sekali menari jawa (ayahnya) dan menari bali (ibunya) saat kami masih kecil hingga menginjak remaja. Pada jaman kami kecil dan remaja dulu, hampir semua anak dan remaja di Indonesiaseperti diharuskan untuk belajar dan menguasai paling tidak 1 tarian daerah.  Menguasai satu tari daerah di Indonesia merupakan dasar yang kuat untuk belajar segala jenis tarian apapun termasuk tari moderen yang saat itu sedang trend.

Saat kami remaja, menjadi trend dikalangan siswa sekolah untuk berlomba lomba menyiapkan diri belajar tari tradisional, tari kreasi baru hingga tari moderen saat itu. Kami menyiapkannya untuk mengisi acara PentasSeni tutup tahun sekolah (baik TK, SD, SMP hingga SMA). Masih ingat sekali bahwa tari-tarian yang disajikan didominasi mayoritas adalah tarian moderen ala Guruh Soekarno Putra dengan Swara mahardikanya yang merupakan paduan tari tradisional (Bali Jawa Betawi – Sunda) dengan tari moderen. Trend anak muda jaman tahun 80 an yang menurut kami cukup kondusif untuk ikut menanamkan rasa cinta pada budaya Indonesia. Sangat disayangkan saat ini pensi(pentas seni) dikalangan anak SMP dan SMA banyakdiisi oleh band2 yang mereka datangkan dari ibukota dan bukan diisi oleh kesenian yang mereka tampilkan sendiri. Dan sangat disayangkan tari moderen cinta Indonesia apalagi tari tradisional sudah jarang dipentaskan diacara Suatu renungan untuk bisa menghidupkan kembali rasa cinta budaya tanahair di negri sendiri

Ternyata harapan dan keinginan saya dan suami agar kedua putri kami lebih menghargai mengenal dan bahkan menarikan atau menyanyikan budaya tanha air akhirnya bisa terwujud. Dan keinginan itu terwujud malah pada saat kami berempat menetap di belanda yang jauh dari negri kami sendiri.

Rasa cinta budaya tanah air itu sangat kami rasakan saat keluarga kami bersama PPI Groningen menyiapkan acara Indonesian Day dan Indonesian Dinner 2013. Acara budaya yang diusung tiap tahun oleh organisasipelajar Indonesia di Groningen, PPI Groningen. Acara ini seolah olah menyatukan kami semua dalam suatu wadah dan semangat untuk mengenalkan betapa cantiknya Indonesia, betapa kayanya budaya dan kuliner Indonesia dan betapa bangganya kami sebagai bangsa Indonesia.



Kurang lebih selama 4 bulan, rumah kami dan rumah2 lain di Groningen dipenuhi oleh kegiatan rapat persiapan, latihan menari , latihan menyanyi, latihan angklung, uji coba masakan yang akan disajikan.  Kami semua belajar tari tarian tradisional, mengumpulkan menu masakan kekayaan kuliner Indonesia yang unik,serta sibuk membuat media promosi serta membuat video pendek , flyer dan poster untuk mempromosikannya.

Jenis masakan yang kami sajikan juga cukup unik seperti rempeyek, grontol, soto banjar, sate lilit, nasi uduk, rendang, gudangan, lenthok, hingga klapertaart dan es cendol. Kami juga khusus mendatangkan wedang uwuh dan sagu lempeng khusus dari Jogja dan Papua. Semua masakan kami coba dan kami ujikan melalui kuesioner pendek ke kolega kami masyarakat Internasional di belanda.

Kami juga sibuk berlatih tari Saman dari Aceh, tari Minang –Tari Panen dan tari piring, tari merak dari jawa Barat serta sibuk berlatih hingga mencari kostum dari indonesia serta meminjam dari KBRI. Kami semua bahagia gembira dan bergotong royong untuk mempersiapkan acara budaya akbar tahunan di Groningen ini.

Mendekati hari H kami sibuk melakukan flashmob dengan batik dan memainkan angklung sambil membagi selebaran di pusat kota seperti Groote Markt dan Academic Gebouw. Promosi kami ternyata membuat para mahasiswa Belanda dan Internasional serta masyarakat Belanda ikut menyanyi dan menari bersama kami di Groote Markt. Awal yang luar biasa ...

Tiga hari sebelum acara kami menyewa tempat untuk melakukan gladi kotor dan sehari sebelumnya melakukan Gladi Bersih mulai dari acara kesenian hingga alur bagaimana kami harus meracik makanan di dapur hingga menyajikan makanan pada tamu tamu. Suatu hal yang luar biasa, kami para student meninggalkan status dan atribut kami sebagai mahasiswa maupun sebagai direktur,dosen, pengajar yang pernah disandang kami saat di Indonesia. Kami semua melepaskan segala pangkat jabatan dan bahu membahu hingga sampai bapak2 yang dulunya di Indonesia pejabat daerah ikut menyapu mengepel dan mencuci piring untuk para tetamu. Mereka menawarkan diri tanpa diminta dan mereka bangga dansenang menjadi bagian dari panitia tim besar Indonesian Day. Hal ini sudah berlangsung sejak beberapa tahun lalu dan menjadi besar dan lebih profesional sejak tahun lalu 2012.

Pada saat acara tak kurang Dubes Indonesia untuk Kerajaan Belanda dan Presiden Rijk Unversiteit Groningen memberikan pujian dan sanjungan pada kami. Benar2 tarian masakan dan nyanyian yang disajikan oleh seorang penari, penyanyi chef dan penyaji profesional. Kami merasa bahagia dan terharu luar biasa saat penonotn bahkan ikut menitikkan air mata saat mendengarkan lagu yang dinyanyikan, padahal mereka sama sekali tidak mengerti arti lagunya(bahkan juga saya sendiri yg dari Jawa, karena nyanyian tersebut berasal dari Batak).

Ya Allah Alhamadulilah, karena dengan kesempatan yang Kau berikan pada kami. Kami jadi menjadi menjadi manusia yang mengenal budaya dan kuliner bangsa kami sendiri, bangsa Indonesia yang sangat agung dan luar biasa indahnya.

Kalau bukan dari kami sendiri anak bangsa, siapa yang akan mengenal dan mencintai khazanah budaya dan kuliner kami sendiri.

Ternyata banyak cara sederhana untuk menjadi pahlawan dimasa kini. Memperkenalkan budaya Indonesia dan mencintai dengan mendalam budaya kita.

Semoga sedikit kerja dan karya kami dari PPI Groningen di Belanda bisa menjadi ilham untuk melakukan hal yang sama untuk makin membuatkita cinta dan bangga pada budaya dan kuliner tanah air.

Dari kita oleh kita keluarga besar PPI G untuk Indonesia yang lebih baik dan bermartabat

Groningen 27 April 2013





Friday, May 24, 2013

Belajar di Belanda Bagian 1 . (Bagian 1. Belajar mandiri dan lebih menghargai "kemewahan"yang didapat selama di Indonesia)


Saat saya membaca “trending topic” di tweeter maupun facebook dan social media di saat Lebaran mulai tiba suka senyum senyum simpul sendiri. Fenomena khas masyarakat kami yang masih sangat tergantung dengan peran asisten rumah tangga.

Jadi teringat saat masih tinggal di Indonesia 3 tahun lalu, kehidupan bak ratu belanda (eh ga tau juga bagaimana ratu belanda hidup ya) kunikmati. Mulai peran besar mengasuh anak belanja memasak hingga mencuci mensetrika dan bersih2 rumah selalu sudah berhasil diselesaikan dengan baik oleh asisten rumah tangga. Memang situasi masyarakat kita membuat profesi asisten rumah tangga adalah profesi yang paling banyak dicari dan diratapi saat ketidak hadirannya.

My great gratitude and appreciation for them. Masih ingat sekali saat aku diminta untuk memberikan pidato saat kelulusan program spesialisasi, aku khusus mencantumkan asisten kepercayaan dirumah kami yang mendapat ucapan terima kasih tak terhingga atas peran dia dalam membantu kestabilan rumah tangga kami hingga peran yang tak kecil dalam membantu mengasuh anak kami. Alhamdulilah sejak putri kedua kami berusia 3 tahun kami memiliki asisten kepercayaan yang sudah kami anggap saudara sendiri dan hingga kami pindah ke Belanda masih menjadi asisten kepercayaan hingga kini menjadi asisten kepercayaan adikku. Saya juga sempat marah saat ada yang meragukan kejujuran dia saat saya sempat meninggalkan keluarga saat awal sekolah PhD di Belanda. Karena kehilangan dia adalah kehilangan yang berarti untuk saya.

Saat memutuskan untuk pindah ke Belanda awalnya kami cukup merasakan kehilangan itu. Terutama putri kedua kami yang memiliki ketergantungan tinggi padanya.Bahkan ada ayam goreng tepung favorit putri kami pun khusus menggunakan resep dia. Hingga masih teringat minggu lalu putri kedua kami meminta masakan tersebut saat saya menanyakan keinginan apa untuk masakan dia hari itu. Saya khusus meghubungi adik saya agar bisa mendapatkan resep ayam goreng ala asisten kepercayaan tersebut :)

Kepindahan kami ke Belanda ternyata juga mendapatkan manfaat berupa pembelajaran untuk lebih mandiri bagi kami dan kedua putri kami dan menghargai kemewahan yang kami dapat selama di Indonesia. Waktu yang perlu disediakan mulai dari bangun tidur mandi sarapan berangkat sekolah dan kegiatan lainnya harus lebih dihitung dengan benar dan tepat. Memang kondisi lingkungan yang tidak berdebu cukup memudahkan kami untuk tidak harus menyapu dan mengepel lantai setiap hari. Sedangkan hal-hal lainnya sepertinya juga membutuhkan tenaga dan koordinasi yang sama.

Pembagian tugas dirumah menjadikan kami berempat menjadi lebih kompak. Ayah memiliki tugas untuk menyiapkan sarapan,memasukkan cucian dan bersih2 . Ibu bertugas melipat baju memasak untuk seluruh keluarga membersihkan kamar mandi dan WC, kedua putri kami bergantian untuk menjemur cucian, mencuci piring, dan membersihkan kamar masing2 dan untuk putri pertama mendapat tambahan menyedot debu tiap hari Minggu. Tugas kami berempat kurang lebih sama mengingat tugas kami yang sama juga sebagai seorang pelajar :)

Sesuatu yang sepertinya sangat sederhana , namun disela sela kegiatan rumah tangga yang kami kerjakan , kami menjadi makin bersyukur atas kemewahan yang pernah kita alami selama di Indonesia. Kemewahan untuk tinggal memakai baju yang sudah tergantung rapi, kemewahan untuk langsung menyantap makanan, kemewahan untuk menikmati kerapian rumah dan kemewahan lainnya.

Saat kami pulang ke Indonesia , asisten rumah tangga kami juga merasakan perubahan sikap dan perilaku kedua putri kami yang makin mandiri, makin menghargai dan makin sayang dengannya. Meskipun sejak di Indonesia mereka juga sudah menyayangi “mbak” mereka dengan sangat namun setelah kami tinggal di Belanda rasa respek dan menghargai makin timbul di lubuk hati mereka.

Sekelumit cerita kecil tentang pelajaran hidup, yang mungkin banyak dirasakan oleh teman kita yang harus tinggal di luar negeri, namun perlu dibagi dan diceritakan untuk saudara dan sahabat kami di Indonesia. Semoga ini semua membuat kita merasa makin ringan dan tidak berat saat harus mengerjakan pekerjaan yang selama ini kita kira pekerjaan mudah dan spele, namun ternyata cukup memakan pikiran tenaga dan waktu apalagi bila sedang dikerjar “deadline” :). Anw and btw saya pribadi juga bersyukur karena pekerjaan rumah tangga bias kami bagi berempat dan mungkin akan berbeda bila anak2 masih kecil dan belum sebesar kedua putri kami.

Housework is something you do that nobody notices until you don't do it.
~Author Unknown



Thursday, April 25, 2013 at 1:47pm

Sunday, May 19, 2013

Perjalanan indah kehidupan kami di Groningen


Sepertinya baru kemaren, aku menginjakkan kaki yang pertama kalinya ke Groningen untuk bertemu dengan supervisor , berdiskusi dan akhirnya sepakat untuk membuat proyek besar penelitian  kolaborasi di Indonesia sekaligus mendapat persetujuan atau yang sering disebut sebagai “acceptance letter” memulai program PhD ku di Rijk Universiteit Groningen, The Netherlands.

Saat ini setelah aku dalam minggu2 terakhirku sebelum submisi buku disertasi PhDku , aku hanya mengucup syukur alhamdulilah atas nikmat Allah yang luar biasa hebatnya padaku dan keluargaku.
Hanya bahagia dan syukur yang muncul saat harus melakukan  refleksi 4 tahun kehidupanku sebagaai mahasiswa PhD di belanda dengan membawa seluruh keluarga untuk merantau menimba pengalaman di negeri orang.

Alhamdulilah Insya Allah tidak hanya gelar yang nantinya tersandang, namun manfaat lain yang bisa didapat ….. dari segi akademik beberapa paper telah dihasilkan dan sebagian besar telah terpublikasi di beberapa jurnal international, kesempatan untuk bisa mengikuti konferensi di banyak negara, mendapat penghargaan untuk penelitian yang dipresentasikan, hingga yang terakhir adalah mendapat kesempatan menjadi anggota peer-review untuk jurnal internasional dan diundangsebgai guest lecture pada seminar internasional dibidang yang saya tekuni. Itu semua Insya Allah tidak menjadikan ku menjadi sombong dan berbesar hati namun untuk menjadi makin merunduk , makin merasa perlu untuk banyak belajar dan makin perlu banyak membaca belajar meneliti dan menulis…..


Syukur lain yang sangat luar biasa adalah tercapainya keinginan untuk bisa membawa anak2 merasakan pengalaman bersekolah dan belajar hidup di negeri maju yang dekat dengan pusat perkembangan Imu pengetahuan dan teknologi. Jujur saja tujuan awal untuk bisa bersekolah di luar negri adalah agar bisa membawa anak bersekolah di luar negri. Kematangan berpikir , kemandirian hidup dan mengerti apa yang mereka inginkan untuk dirinya kelak adalah ssesuatu hal luar biasa yang bisa didapat dari mereka …..


Alhamdulilah ya Allah, kami berempat bisa melewati semua rintangan itu. Tentu saja selama hidup berjuang disini banyak hal2 yang tidak enak yang harus diatasi bersama dengan suami. Mulai dari awal kita harus meninggalkan zona kenyamanan yang sudah kami dapat selama di Indonesia. Dengan profesi terakhir sebagai spesialis dan suami dengan pekerjaan dan perusahaannya selama di Indonesia adalah zona yang amat nyaman buat kita. Pada saat awal terutama saat suami harus pindah ke Belanda, adalah hal yang tidak mudah dari somebody menjadi nobody (istilah dia saat itu) adalah sesuatu yang tidak mudah. Semua harus dimulai dari nol. Kami masih ingat bagaimana anak terkecil sempat bertanya pada ayahnya ….. “Ayah lebih suka seperti apa kerja di Indonesia jadi direktur dan dosen atau di belanda harus mengurus dan menemani adik?” pertanyaan sederhana dari seorang anak yang tentu saja tidak mudah dijawab. Belum lagi mungkin pandangan tidak percaya dan keheranan orang2 untuk keputusan yang kami buat. Dari saya sendiri juga tidak mudah untuk menerima pandangan orang yang menganggap bahwa suami khusus datang dan mengikuti ke belanda dan harus meninggalkan kemampanan di Indonesia. Mungkin mereka juga tidak tahu bahwa ini merupakan keputusan bersama yang keluar dari pemikiran kami berdua.

Kami juga masih ingat bagaimana kita bisa hidup bertahan di belanda hanya dalam hitungan bulan dan tahun dari dana beasiswa yang tidak banyak ditambah dengan “sangu”aset  kita dari Indonesia. Jadi bisa dikatakan secara material akan banyak yang “hilang”atau “berkurang”namun secara non material ternyata banyak yang kita dapat dan dikembalikan oleh Allah SWT berlipat lipat. Dimulai dari kesempatan bersekolah di sekolah International dengan kurikulum yang di gunakan oleh sekolah internasional tertua di Indonesia yang tidak mungkin kita bisa sanggup membiayainya bila kita bersekolah disana. Alhamdulilah kedua anak juga mendapat keringanan dan subsidi dari pemerintah belanda untuk bisa membayar SPP. Keuntungan tak terhingga yang kita dapat adalah dapat terterimanya suami di program PhD yang kita sudah tunggu lama.  Itu semua tidaklah mudah bila kita berdua tidak memiliki keyakinan dan kesabaran untuk terus berusaha dan berdoa. Yang paling penting adalah dukungan yang tidak pernah henti dari papa mama dan ibu di Yogya. Mereka adalah orang2 yang selalu memberi semangat dan selalu memberi contoh pada kami pentingnya menuntut ilmu dan belajar terus selama masih hidup. Mereka bangga memiliki anak2 yang mau belajar dan memiliki ilmu dan bukan yang “hanya” berharta. Sepertinya inilah yang membuat kami bersemangat dan mencontoh teladan yang mereka berdua berikan.

Anugerah lain yang tak ternilai dariNya adalah selama perjalanan hidup kami di belanda, kami memiliki keluarga baru serta sahabat sejati. Groningen dan belanda telah menjadi kota dan negara yang menunjukkan kami banyak hal , menunjukkan pada kami arti suatu persahabatan dan persaudaraan, yang menunjukkan pada kami arti berjuang, arti berbagi , arti memberi, arti menerima, arti berhemat, arti berterima kasih, arti belajar dan semuanya. Disini pula kami dipertemukan dengan orang2 baik, supervisor yang baik, guru yang baik, kolega yang baik, tetangga yang baik, keluarga, teman dan sahabat yang baik pula.

Akhirnya …. meskipun masih ada sedikit langkah lagi untuk menyelesaikan tulisan untuk buku disertasi S3 saya, hanya satu yang bisa kupanjatkan … “ Terima kasih Allah atas nikmat  yang Kau berikan pada kami sekeluarga, jadikanlah kami menjadi manusia yang selalu bersyukur atas nikmatMu dan selalu belajar, bekerja dan bertindak di jalanMu ….. Amien YRA


Groningen, 4 April 2013