"Bangsa yang besar adalah bangsa yang mencintai budayanya"
"Jangan tanyakan apa yang telah bangsa berikan padamu tapi tanyakan apa yang telah kau berikan pada bangsamu"
Percaya atau tidak percaya memang benar rasa cinta tanah air malah makin muncul saat kita jauh di negeri orang. Itu terjadi antara lain pada kedua putri kami. Saat kami tinggal di Indonesia, kedua putri kami tidak begitu tertarik saat akan kumasukkan ke sanggar tari tradisional di Yogyakarta. Mengingat bagaimana kedua orang tua mereka senag sekali menari jawa (ayahnya) dan menari bali (ibunya) saat kami masih kecil hingga menginjak remaja. Pada jaman kami kecil dan remaja dulu, hampir semua anak dan remaja di Indonesiaseperti diharuskan untuk belajar dan menguasai paling tidak 1 tarian daerah. Menguasai satu tari daerah di Indonesia merupakan dasar yang kuat untuk belajar segala jenis tarian apapun termasuk tari moderen yang saat itu sedang trend.
Saat kami remaja, menjadi trend dikalangan siswa sekolah untuk berlomba lomba menyiapkan diri belajar tari tradisional, tari kreasi baru hingga tari moderen saat itu. Kami menyiapkannya untuk mengisi acara PentasSeni tutup tahun sekolah (baik TK, SD, SMP hingga SMA). Masih ingat sekali bahwa tari-tarian yang disajikan didominasi mayoritas adalah tarian moderen ala Guruh Soekarno Putra dengan Swara mahardikanya yang merupakan paduan tari tradisional (Bali Jawa Betawi – Sunda) dengan tari moderen. Trend anak muda jaman tahun 80 an yang menurut kami cukup kondusif untuk ikut menanamkan rasa cinta pada budaya Indonesia. Sangat disayangkan saat ini pensi(pentas seni) dikalangan anak SMP dan SMA banyakdiisi oleh band2 yang mereka datangkan dari ibukota dan bukan diisi oleh kesenian yang mereka tampilkan sendiri. Dan sangat disayangkan tari moderen cinta Indonesia apalagi tari tradisional sudah jarang dipentaskan diacara Suatu renungan untuk bisa menghidupkan kembali rasa cinta budaya tanahair di negri sendiri
Ternyata harapan dan keinginan saya dan suami agar kedua putri kami lebih menghargai mengenal dan bahkan menarikan atau menyanyikan budaya tanha air akhirnya bisa terwujud. Dan keinginan itu terwujud malah pada saat kami berempat menetap di belanda yang jauh dari negri kami sendiri.
Rasa cinta budaya tanah air itu sangat kami rasakan saat keluarga kami bersama PPI Groningen menyiapkan acara Indonesian Day dan Indonesian Dinner 2013. Acara budaya yang diusung tiap tahun oleh organisasipelajar Indonesia di Groningen, PPI Groningen. Acara ini seolah olah menyatukan kami semua dalam suatu wadah dan semangat untuk mengenalkan betapa cantiknya Indonesia, betapa kayanya budaya dan kuliner Indonesia dan betapa bangganya kami sebagai bangsa Indonesia.
Kurang lebih selama 4 bulan, rumah kami dan rumah2 lain di Groningen dipenuhi oleh kegiatan rapat persiapan, latihan menari , latihan menyanyi, latihan angklung, uji coba masakan yang akan disajikan. Kami semua belajar tari tarian tradisional, mengumpulkan menu masakan kekayaan kuliner Indonesia yang unik,serta sibuk membuat media promosi serta membuat video pendek , flyer dan poster untuk mempromosikannya.
Jenis masakan yang kami sajikan juga cukup unik seperti rempeyek, grontol, soto banjar, sate lilit, nasi uduk, rendang, gudangan, lenthok, hingga klapertaart dan es cendol. Kami juga khusus mendatangkan wedang uwuh dan sagu lempeng khusus dari Jogja dan Papua. Semua masakan kami coba dan kami ujikan melalui kuesioner pendek ke kolega kami masyarakat Internasional di belanda.
Kami juga sibuk berlatih tari Saman dari Aceh, tari Minang –Tari Panen dan tari piring, tari merak dari jawa Barat serta sibuk berlatih hingga mencari kostum dari indonesia serta meminjam dari KBRI. Kami semua bahagia gembira dan bergotong royong untuk mempersiapkan acara budaya akbar tahunan di Groningen ini.
Tiga hari sebelum acara kami menyewa tempat untuk melakukan gladi kotor dan sehari sebelumnya melakukan Gladi Bersih mulai dari acara kesenian hingga alur bagaimana kami harus meracik makanan di dapur hingga menyajikan makanan pada tamu tamu. Suatu hal yang luar biasa, kami para student meninggalkan status dan atribut kami sebagai mahasiswa maupun sebagai direktur,dosen, pengajar yang pernah disandang kami saat di Indonesia. Kami semua melepaskan segala pangkat jabatan dan bahu membahu hingga sampai bapak2 yang dulunya di Indonesia pejabat daerah ikut menyapu mengepel dan mencuci piring untuk para tetamu. Mereka menawarkan diri tanpa diminta dan mereka bangga dansenang menjadi bagian dari panitia tim besar Indonesian Day. Hal ini sudah berlangsung sejak beberapa tahun lalu dan menjadi besar dan lebih profesional sejak tahun lalu 2012.
Pada saat acara tak kurang Dubes Indonesia untuk Kerajaan Belanda dan Presiden Rijk Unversiteit Groningen memberikan pujian dan sanjungan pada kami. Benar2 tarian masakan dan nyanyian yang disajikan oleh seorang penari, penyanyi chef dan penyaji profesional. Kami merasa bahagia dan terharu luar biasa saat penonotn bahkan ikut menitikkan air mata saat mendengarkan lagu yang dinyanyikan, padahal mereka sama sekali tidak mengerti arti lagunya(bahkan juga saya sendiri yg dari Jawa, karena nyanyian tersebut berasal dari Batak).
Ya Allah Alhamadulilah, karena dengan kesempatan yang Kau berikan pada kami. Kami jadi menjadi menjadi manusia yang mengenal budaya dan kuliner bangsa kami sendiri, bangsa Indonesia yang sangat agung dan luar biasa indahnya.
Kalau bukan dari kami sendiri anak bangsa, siapa yang akan mengenal dan mencintai khazanah budaya dan kuliner kami sendiri.
Ternyata banyak cara sederhana untuk menjadi pahlawan dimasa kini. Memperkenalkan budaya Indonesia dan mencintai dengan mendalam budaya kita.
Semoga sedikit kerja dan karya kami dari PPI Groningen di Belanda bisa menjadi ilham untuk melakukan hal yang sama untuk makin membuatkita cinta dan bangga pada budaya dan kuliner tanah air.
Dari kita oleh kita keluarga besar PPI G untuk Indonesia yang lebih baik dan bermartabat
Groningen 27 April 2013
No comments:
Post a Comment